Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan – Ternyata pilihan pakaian kita bisa mencegah perubahan iklim. Sebab, limbah tekstil mempunyai dampak signifikan terhadap emisi seperti bahan bakar fosil.

Seorang wanita bisa menunggu seribu tahun untuk memakainya. Begitulah kata teman-temanku saat mereka bercanda. oh kenapa kamu begitu bahagia

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

Menurut saya, yang paling sering dilakukan saat bersiap keluar rumah saat ini adalah menyiapkan protokol standar baru seperti masker, sarung tangan, pembersih tangan, dan memastikan semprotan ada di dalam tas. Bukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berpakaian dan memilih pakaian.

Produk Ecoprint Sebagai Sebuah Terobosan Fesyen Ramah Lingkungan Halaman 1

Kalau ini bicara tentang saya sebelum tahun 2015, beda lagi. Ada banyak baju di lemari tapi aku bingung memilihnya. Tapi saya tidak pernah, Anda tahu, pergi ke pesta dan mengetahui saya tidak punya pakaian, lalu membeli baju baru. Tes saya hilang. Namun jika Anda pergi ke toko seperti Plasa Semanggi Jakarta, seberangi teater dan lihat toko kain yang dijual seharga Rp 100.000 dan dapatkan tiga potong. Atau kunjungi ITC dan Pasar Blok M, lalu lihat gaun-gaun cantik berbagai model dengan harga terjangkau. Pantas saja lemariku penuh. Oh, tidak apa-apa, kan?

Saya berusaha mengurangi isi lemari saya dengan mendonasikan barang-barang yang jarang saya pakai, yang sudah bosan, sudah ketinggalan zaman, atau ke panti asuhan atau organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan. Mereka biasanya membagikannya kepada korban kebakaran di Jakarta atau bencana alam di daerah tersebut. Apakah saya punya pakaian di lemari saya? Hmmm, bukan yang terburuk, tapi melihat kata “obral” di supermarket di Jakarta tidak menyurutkan rasa lapar saya.

Belakangan saya mengenal istilah fast fashion yang artinya gaya pakaian yang berubah dalam waktu singkat, biasanya menggunakan bahan berkualitas rendah, murah, dan berumur pendek. Faktor kunci dalam emisi rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim adalah tren yang semakin cepat. Mode cepat ini menghasilkan limbah yang mencemari air, tanah, dan mengeluarkan gas rumah kaca. Kemeja berkerah dan berenda ala Korea, jaket mirip anggota grup idola K-Pop, rok dan celana modis, siapa sangka polusi bisa sama buruknya dengan industri bahan bakar fosil seperti batu bara.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2018, jumlah sampah di Indonesia sebanyak 65,79 ton, termasuk sampah tekstil. Ya, pakaian bisa menjadi boros dan mencemari lingkungan tergantung cara pembuatannya dan bahan yang digunakan. Apakah pakaian terbuat dari bahan yang dapat terbiodegradasi, misalnya poliester yang terbuat dari minyak bumi dan plastik? Jenis kain ini merupakan bahan serat sintetis. Atau ada pewarna sintetis yang berpotensi menurunkan kualitas air, tanah, dan udara. Jika industri tekstil tidak mengelola limbah cairnya dengan baik, bahkan dapat mencemari sungai. Hal ini juga dapat membahayakan kesehatan manusia.

Mengenal Jenis Kain Ramah Lingkungan

Berkat industri fast fashion, gaya pakaian ibarat bunga yang tumbuh dan berubah setiap musim, dan konsumsi pakaian global diperkirakan akan mencapai 63 persen pada tahun 2030. Yakni dari 63 juta menjadi 102 juta ton. Sustainable Fashion Forum pernah menyebutkan bahwa industri fashion global merupakan sumber dari hampir 10 persen emisi karbon global dan hampir 20 persen hilangnya air secara global.

Menurut Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam, dibutuhkan setidaknya 200 ton air untuk memproduksi satu ton celana dan kaos. Diperkirakan 20.000 bahan kimia digunakan dalam produksi kain (WWF) dan bahan utama pakaian adalah air. Diperkirakan dibutuhkan 2.700 liter air untuk satu kaos, dan hal ini tidak disebutkan pada label pakaian. Luar biasa bukan? Sedangkan bagi yang gemar memakai jeans, dibutuhkan 920 galon air, energi 400 joule, dan 32 kilogram karbon dioksida untuk menghasilkan satu celana jeans.

Industri fashion yang cepat dengan gaya pakaian yang berubah dengan cepat membuat lemari pakaian kita penuh dengan pakaian. Ada orang yang akhirnya pergi ke butik seperti garage sale atau pasar pakaian vintage dan toko online. Kata untuk anak jaman sekarang adalah pra-cinta.

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

Tidak semua pakaian bekas beruntung bisa ‘diadopsi’, ada pula yang dibuang dan berakhir menjadi sampah. Ingin mendaur ulang? Biaya daur ulang tinggi karena tekstil dibuat dari bahan sintetis, bukan benang. Produsen pakaian yang berpikir sesuai hukum ekonomi Adam Smith tentu akan lebih memilih memproduksi pakaian baru yang biaya produksinya lebih murah.

Fashion Ramah Lingkungan: Mengapa Dan Bagaimana Kita Harus Peduli

Bukan Maria Kondo yang memutuskan untuk mendandani saya sejak tahun 2015. Namun ketika saya pindah ke apartemen di Jakarta dan harus melepas pakaian yang berantakan, saya pikir saya punya masalah ini. akhir Aku menata ulang pakaianku, mengambil sebagian dari pangkalan, memberikan sebagian lagi kepada mesin cuci asrama, sebagian lagi kepada petugas kebersihan di kantor, dan kepada putra pengemudi sepeda motor biasa. Ini benar-benar berkurang.

Saya berjanji pada diri sendiri bahwa saya tidak akan membeli baju baru kecuali saya terpaksa. Dan itu berhasil. Saya belum pernah membeli baju baru sejak tahun 2015. Jangan tergiur dengan penjualannya, Anda bisa dengan mudah menelusuri deretan baju murah di bazaar, ITC, dan department store. Kalaupun ada kaos baru, biasanya itu adalah oleh-oleh dari sanak saudara yang baru pulang dari jalan-jalan. Untung saja saya mempunyai ukuran tubuh sebesar ini. Hasilnya? Wah, yang paling kentara adalah tampilannya yang irit. Uang dapat ditransfer untuk kebutuhan hidup lainnya.

Sekitar tahun 2007, muncul gerakan slow fashion sebagai penangkal fast fashion. Pendirinya adalah Kate Fletcher yang mengusung konsep fashion berkelanjutan. Tren pakaian ini menggunakan tekstil yang bagus, mengutamakan etika dengan menghormati upah pekerja industri, dan yang pasti ramah lingkungan. Fashion tidak berubah secepat fast fashion, karena menciptakan model pakaian yang lebih tahan lama dan umum. Dalam penjualannya, mereka kerap mengkampanyekan aksi ramah lingkungan.

Saya sebenarnya menemukan tren ini secara perlahan dalam beberapa tahun terakhir. Tentu saja kata ini sering beredar di bacaan saya, namun baru terlintas di benak saya ketika saya berhenti menggunakan baju baru dan baru membelinya saat saya benar-benar membutuhkannya. Jadi kawan, jangan berhenti menulis tentang lingkungan. Barangkali pengetahuan itu tidak serta merta sampai ke tangan pembaca. Pengetahuan ini akan menetap dan mengarah pada tindakan seiring berjalannya waktu. Seperti yang terjadi pada saya.

Tahan Lama, Apakah Bahan Denim Ramah Lingkungan?

Saat saya pindah dari Jakarta ke Surabaya sekitar tahun 2019, saya menemukan Yusiclovic, brand lokal dari UMKM yang menerapkan model berkelanjutan. UC Nurashree yang berbasis di Surabaya merancang dan memproduksi pakaian menggunakan bahan yang dapat terurai secara hayati dan tahan lama serta pola musiman. UC bahkan menggunakan tas berbahan sisa kain hasil jahitan untuk mengemas produknya.

Keputusan UC untuk terjun ke bisnis pakaian ramah lingkungan dimulai dari gaya hidupnya yang sederhana. Dia hanya menggunakan dan menyimpan hal-hal yang dianggap penting. Hal ini juga mengurangi pembelian barang-barang yang diperlukan untuk konsumsi. “Jadi kalau lebih murah atau butuh waktu yang lebih singkat, saya skip saja,” kata UC kepada saya, Kamis, 27 Agustus 2020.

Yusi mengatakan, pola hidup yang buruk juga dibarengi dengan permasalahan lingkungan. Ketika seseorang menghindari membeli produk hanya karena ingin, sebenarnya mereka keluar dari lingkaran ‘jahat’ fast fashion. Pakaian-pakaian di industri fast fashion memang murah, namun dibalik itu semua terdapat upah rendah dan bahan pekerja yang tidak ramah. Dengan keluar dari siklus fast fashion, pakaian juga berkontribusi dalam mengurangi limbah dan kemasan produk.

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

“Kalau kita beli barang, walaupun kecil, tapi kemasannya sudah berlapis-lapis. Bayangkan, satu orang beli sampahnya banyak, bagaimana kalau banyak orang, sampahnya berapa?” komentar UC.

Ternyata Ini Lho Dampak Penggunaan Produk Ramah Lingkungan Untuk Lingkungan Sekitar!

UC berpendapat bahwa ketika seseorang hanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya dan jumlah barang yang dimilikinya sedikit, maka orang tersebut akan lebih memperhatikan apa yang dimilikinya. “Memiliki gaya hidup minimalis membuat masyarakat lebih menjaga harta benda dan menjalin hubungan dengan mereka,” ujarnya.

Karena kepedulian tersebut, UC berusaha memproduksi dan menjual pakaian yang tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan. Ia mencoba menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan memproduksi dalam jumlah kecil sesuai permintaan. Ia berharap produk pakaiannya mempunyai nilai untuk menjalin silaturahmi dengan para pembelinya, sehingga mereka menjaganya hingga benar-benar dipakai. “Selain berjualan, saya ingin membuat bisnis seputar isu lingkungan hidup,” ujarnya.

Untuk memperkenalkan Sustainable Fashion atau gaya pakaian yang ramah lingkungan, Yuzi dan kawan-kawan yang memiliki produk ramah lingkungan biasanya berkolaborasi dengan influencer dan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. “Pesannya akan menyebar dan mempunyai efek ganda,” katanya.

Masyarakat kini mulai menaruh perhatian terhadap permasalahan lingkungan, termasuk pemanasan global, kata UC. Ia mengaku banyak bertemu dengan orang-orang yang berupaya menghemat energi, mengurangi sampah, bahkan hidup tanpa sampah. Sebab, slow fashion tidak mudah untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang sudah terlanjur terjebak dalam fast fashion, ujarnya.

Keren! Geolog Asal Bandung Bikin Baju Ramah Lingkungan

Meski demikian, Yusi optimistis dengan pentingnya menyebarkan pesan slow fashion, pentingnya Sustainable Fashion atau pakaian ramah lingkungan serta dampaknya terhadap dunia. Melalui bisnis pakaian ramah lingkungannya, ia ingin menerapkan nilai-nilai bisnis yang berkelanjutan dan manusiawi mulai dari skala kecil hingga besar. Selain itu, melalui kampanyenya, Yusi ingin melibatkan penggunanya dalam isu lingkungan hidup.

“Hei, mari kita bersinergi, seberapa besar kepedulian kita terhadap lingkungan? Bagi saya itu dimulai dari apa yang saya manfaatkan, apa yang saya manfaatkan, dan apa yang saya simpan,” ujarnya.

Salah satu tantangan menjalankan bisnis ramah lingkungan adalah kebutuhan pelanggan. Suatu ketika ada yang meminta saya membuatkan seragam untuk kantornya. Tidak ada keraguan bahwa ini adalah peluang bisnis yang sangat bagus. Namun ternyata seragam tersebut hanya dibuat untuk acara-acara tertentu sehingga memerlukan produksi yang berkelanjutan. Hal ini bertentangan dengan konsep kontribusi Yuzi terhadap lingkungan.

Trik Menyusun Outfit Dengan Bahan Ramah Lingkungan

Di sana, desakannya untuk menerapkan etika bisnis ramah lingkungan menjadi tantangan bagi UC. Ia berpendapat bahwa jika kita terus memproduksi bahan-bahan yang ramah lingkungan, kebun dan lahan pertanian dapat ditebang untuk memenuhi permintaan ini. Padahal kebun yang menyediakan bahan baku kain itu tetap dirawat selama beberapa bulan. Pada akhirnya UC mengambil jalan tengah.

Begini 5 Langkah Cara Membuat Batik Ecoprint Yang Unik!

Artikel Terkait

Leave a Comment